Masa Remaja: Peralihan Menuju Dewasa dan Gejolak Emosional

admin

Sumber: Istimewa

OPINI (dialogmasa.com) – Masa remaja (adolesensi) adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, masa di mana individu mengalami pertumbuhan cepat di segala bidang (Pohan, Siregar, dan Sembiring, 2022).

Masa ini ditandai dengan perubahan emosi yang berubah-ubah dan cenderung tidak stabil. Keterlibatan keluarga, lingkungan, serta teman sebaya menjadi pengaruh besar bagi perkembangan mental mereka. Apalagi di era sekarang, kenakalan remaja menjadi sorotan keras seiring dinamika zaman yang terus berubah.

Seperti yang terjadi pada 14 Desember 2023, dimana terjadi sebuah pengeroyokan seorang siswa di SDN Kurung 1 yang melibatkan tiga orang siswa sebagai pelaku. Kejadian tersebut terjadi sekitar jam 06.30, kejadian diawali dengan saling ejek dan berujung pada pengeroyokan.

Mulanya, ada seorang siswa yang tidak terima, kemudian menendang korban, dan disusul temannya dengan menendang kemaluan korban. Terakhir, di tendang lagi oleh teman pelaku pada bagian belakang korban, padahal sudah dilerai oleh salah satu pedagang yang ada di lokasi kejadian. “Ngawur itu, kasian anak ini dikeroyok tiga orang sekaligus,” ujar salah satu pedagang.

Kasus kenakalan serupa juga terjadi pada Sabtu pagi, 16 Desember 2023, dimana beberapa remaja sedang menaiki sepeda motor melaju dengan kecepatan yang sangat tinggi.

Dalam salah satu rombongan, ada satu motor yang melaju dengan kecepatan tinggi sambil berteriak keras, hal ini menyebabkan kerisihan bagi warga sekitar. “Anak zaman sekarang sukanya ngerusak, ga ada etika sama sekali. Aku aja sebagai laki-laki enggak pernah melaju sekencang itu,” komentar salah satu warga yang sedang membeli makan pada saat itu.

Perlu diketahui bahwa remaja adalah usia dimana seseorang mengalami berbagai gejolak emosional. Pentingnya peran keluarga, lingkungan, teman, serta sekolah sangat berpengaruh terhadap perkembangan mental seorang remaja.

Upaya untuk menanggulangi kenakalan remaja tidak bisa dilakukan oleh tenaga ahli seperti psikomotor, konselor, dan tenaga pendidik, melainkan kerja sama semua pihak, antara lain orangtua, guru, pemerintah, dan masyarakat (Karlina, 2020). Maka dari itu, diperlukan sebuah pendekatan holistik dimana pendekatan ini mencakup aspek sosial, teknologi, dan pendidikan.

Oleh: Faizun

Postingan Terkait

Tinggalkan komentar