Memahami Konsep Kecerdasan Keuangan

admin
9 Min Read

Memahami Konsep Kecerdasan Keuangan

admin
9 Min Read

OPINI (dialogmasa.com) – Budi Hartono, Michael Bambang Hartono, Low Tuck Kwong, Sri Prakash Lohia, Prajogo Pangestu, Chairul Tanjung, Tahir dan Keluarga atau Lim Hariyanto Wijaya Sarwono adalah deretan orang-orang terkaya di Indonesia. Kekayaan mereka mencapai puluhan atau bahkan ratusan triliun. Tetapi tahukah teman-teman, bahwa ternyata orang-orang terkaya di Indonesia itu rata-rata adalah orang dari etnis Tionghoa.

Jika kita sering memperhatikan orang-orang kaya di sekitar kita, sebetulnya kita pasti tidak asing. Jangankan dalam lingkup Indonesia atau nasional, di lingkup kecamatan, kabupaten atau kota pun, saya pikir yang kaya raya, punya mobil, punya toko-toko klontong, rumah mewah dan seterusnya sebagian besar orang-orang dari etnis Tionghoa. Namun memang, gambaran bahwa etnis Tionghoa rata-rata kaya raya seperti ini hanya sebuah stereotipe belaka.

Menurut Tung Desem Waringin, aslinya orang etnis Tionghoa juga banyak yang memiliki latar belakang ekonomi biasa saja atau bahkan termasuk miskin. Jadi melihat fenomena itu, kita mesti melihatnya sebagai fenomena sebagian orang Tionghoa yang sukses menjadi pengusaha dan memiliki mindset atau mental kaya. Bukan melihatnya sebagai fenomena orang Tionghoa secara umum.

Dalam acara I’m Possible Metro TV tahun 2017, Tung Dasem Waringin mengatakan, bahwa setidaknya ada beberapa hal yang perlu diketahui jika kita memiliki impian menjadi seorang yang sukses atau kaya raya. Dalam acara itu, pertama dia mengatakan ada satu kesalahan fatal yang biasanya dilakukan oleh orang-orang yang belum kaya atau baru memiliki tingkat ekonomi pas-pasan. Yaitu boros. Mental orang-orang kaya itu tidak boros, melainkan hemat. Oleh karenanya, sikap boros harus benar-benar dihindari.

Orang-orang kaya dan sukses biasanya memiliki kecerdasan keuangan yang baik. Kecerdasan keuangan merupakan sesuatu yang sejatinya masih tabu di kalangan masyarakat kita. Bahkan ketabuannya ini (disinyalir) lebih parah dari pendidikan seksual. Kecerdasan keuangan pada intinya merupakan satu kecerdasan seseorang dalam mengelola keuangan dari penghasilan atau sejenisnya yang dia miliki.

Meski masih tabu, pemahaman tentang kecerdasan keuangan sejatinya amat penting. Karena dengan kecerdasan keuangan, seseorang bisa menjadi sosok yang punya gambaran masa depan yang cerah (sukses). Untuk memahami kecerdasan keuangan, seseorang harus paham terlebih dahulu bahwa dalam mengelola keuangan, biasanya ada yang dinamakan pendapatan (income) dan pengeluaran (spending).

Dalam konteks pendapatan, pendapatan itu dibagi 3. Ada active income, pasif income (tidur pun dapat uang) dan impossible income. Active income contohnya pendapatan yang didapat dari hasil kerja kita sebagai karyawan, buruh atau sejenisnya. Pasif income sendiri contohnya pendapatan yang didapat dari hasil investasi, menyewakan rumah, kos-kosan, tanah dan lain-lain. Sedangkan impossible income, itu hampir sama dengan pasif income.

Membicarakan pendapatan, mayoritas orang terkadang hanya berorientasi mendapatkan keuntungan dari active income. Jarang sekali ada orang yang berorientasi pada pasif income. Padahal dengan active income, seseorang itu kemudian harus selalu bekerja untuk mendapatkan keuntungan (upah). Dan jika tidak bekerja, kerugian yang didapat. Berbeda dengan pasif income, tadi, tidur pun kita bisa untung. Sehingga pertama, kita harus mengubah paradigma kita tentang mengelola pendapatan. Mulai sekarang, jika ingin menjadi seorang yang sukses atau memiliki kualitas ekonomi yang lebih sejahtera, mulailah berpikir untuk mendapatkan keuntungan dari pasif income juga.

Selanjutnya mari kita bahas tentang pengeluaran. Secara umum, pengeluaran terbagi menjadi dua, ada yang konsumtif dan ada juga yang produktif. Lalu, lebih detailnya lagi, pengeluaran juga ada yang mengatakan dibagi menjadi 3. Ada yang langsung habis, pasif spending dan impossible spending. Dalam konteks ini, ada banyak di antara kita yang masih berorientasi dan tidak berpikir panjang dalam membelanjakan keuangan yang dipunya.

Terkadang, pengeluaran seseorang itu masih banyak yang konsumtif dan pasif spending (tidur pun kita rugi). Dibelikan sesuatu yang tidak perlu, tidak menunjang kebutuhan pokok dan terkesan banyak gaya (berlebihan). Seorang yang sukses biasanya punya konsep pengeluaran keuangan yang tidak demikian. Seorang yang sukses biasanya memiliki konsep pengeluaran keuangan yang proporsional, hemat dan sesuai kebutuhan (serta menunjang progres hidup).

Inilah yang perlu kita teladani. Terutama bagi kita yang masih memiliki kualitas perekonomian yang pas-pasan dan kemudian berkeinginan mengubahnya menjadi lebih meningkat. Saya pribadi pun sering merasa miris ketika melihat ada seorang teman misal, yang baru bekerja dan belum memiliki pasif income, tetapi gayanya selangit. Hasil gajian yang tidak seberapa langsung dibelikan baju-baju branded, kendaraan yang sebetulnya tidak perlu serta masih banyak lagi.

Saya pikir, hal semacam ini harus dievaluasi. Oleh saya, oleh teman-teman atau siapa pun yang ingin mengubah kehidupannya (secara ekonomi) menjadi lebih baik. Kita harus punya pemahaman akan kecerdasan mengelola keuangan yang mumpuni. Orientasi pengelolaan keuangan kita harus jauh ke arah depan. Memikirkan usaha, dan seterusnya. Jangan pendek atau sempit pikiran. Hanya memikirkan nafsu dan lain-lain.

Kita harus ingat bahwa keinginan manusia itu tidak terbatas. Setelah memperturut nafsu ingin membeli benda ini, biasanya benda-benda lain pun ingin kita beli juga, sehingga kemudian kita menjadi boros dan konsep pengelolaan keuangan kita menjadi tidak karuan. Ini harus dihindari.

Terakhir, penting untuk disampaikan, bercita-cita ingin menjadi kaya tidak ada sisi kesalahannya. Jika kita muslim dan rujukan kita adalah Rasulullah, Rasulullah juga dahulu kaya, seorang saudagar atau pedagang sukses, begitu juga Usman bin Affan, Abdurahman bin Auf dan lainnya. Tetapi orientasi kekayaan itu tentu harus kepada kebaikan. Dahulu, Rasulullah dan para sahabat menggunakan harta kekayaannya untuk berjihad di jalan Allah.

Kita juga harus demikian. Jangan sampai ketika sudah menjadi seorang yang kaya, kita lupa kepada Allah dan lupa akan kewajiban sebagai muslim, untuk bersedekah, menyantuni anak yatim, memberdayakan orang lain dan sebagainya. Naudzubillah. Mudah-mudahan kita semua dijauhkan dari kecenderungan yang negatif seperti itu. Namun tentu saja, kekayaan atau kesuksesan yang diinginkan pun harus didapat dengan cara-cara yang halal dan tidak melanggar syariat. Tidak dengan cara menipu, korupsi atau mengambil yang bukan haknya. Melainkan harus dengan kerja keras, diiringi ibadah, doa yang istikamah kepada Allah dan tawakal. Makannya, dalam urusan ini kita tidak boleh terlalu ambisius.

Ingin menjadi kaya sekali lagi boleh-boleh saja. Tidak ada yang melarang. Tetapi perihal keinginan itu dikabulkan atau tidak adalah urusan Allah. Bukan berarti, jika tidak dikabulkan Allah tidak adil kepada kita. Allah merupakan Tuhan yang tahu kebutuhan-kebutuhan yang ada pada diri kita. Dan ketika memutuskan kita menjadi seorang yang belum sukses di usia 25 tahun misal, berarti Allah memandang bahwa itulah yang terbaik. Sehingga hal itu patut disyukuri.

Dan perlu digaris bawahi, menjadi sukses atau kaya sejatinya juga berat. Tanggung jawab akan harta atau kesuksesan itu jauh lebih besar. Makannya kemudian ada dalil bahwa orang yang miskin itu lebih dahulu masuk surganya dibandingkan dengan orang kaya. Oleh karena itu, jangan kita merasa iri dengan kekayaan atau apa pun yang sudah Allah kehendaki kepada orang lain. Sebab belum tentu kehidupan mereka lebih baik dari kita, lebih bahagia dari kita dan seterusnya. Ada banyak kasus yang saya temui orang-orang kaya itu mengeluh akan hidupnya yang hancur dan rumah tangganya tidak harmonis (bahagia). Maka, syukuri saja yang ada dan kita punya. Alhamdulillah.

Semoga Allah meridhai kita semua menjadi orang (muslim/muslimah) mampu bersyukur dengan keadaan apa pun yang menimpa kehidupan. Yang tiada suka mengeluh dengan masalah-masalah yang silih berganti datang, yang hari-harinya diisi kegiatan produktif, menunjang kehidupan masa depan (dunia dan akhirat) serta lain-lain.

Wallahu ‘alam

Pengirim : Ega Adriansyah
Kategori : OPINI

Kubangdeleg, 30 September 2023, 15.46 WIB

 

Leave a Comment
×

 

Hallo Saya Admin Dialogmasa !

Jika Ada Saran, Kritikan maupun Keluhan yuk jangan Sungkan Untuk Chat Kami Lewat Pesan Pengaduan Dibawah ini Ya 

×