OPINI (dialogmasa.com) – Ali adalah nama orang jika dalam arti bahasa, maknanya tinggi. Kemudian ada istilah “tasghir” dalam bahasa Arab yang artinya bentuk kecil. Jadi, suatu kata bisa diubah bentuknya tapi tidak berubah artinya, hanya berubah maksud. Tentang “tasghir,” ada beberapa fungsi sebagai berikut:
Isim Tasghir difungsikan untuk berbagai macam kegunaan:
Membedakan segi umur (nama Alawi adalah nama kecil dari Ali).
Membedakan sifat (katsir menjadi kutsair, yang maknanya “banyak” yang tidak sebanyak katsir).
Untuk merendahkan orang (seperti nama seseorang jika umurnya sudah dewasa, lalu sifatnya kekanakan, akan dipanggil bentuk tasghir-nya untuk menyindir sifat).
Contoh lain dari “tasghir” adalah nama cucu Nabi Sayyidina Hasan dan Husain. Husain adalah “tasghir” dari Hasan, keduanya berarti “baik.”
Orang Hadramaut susah bicara “Alawi,” jadi dihapus “a” nya, menjadi “Alwi.” Ini hanya tentang kebiasaan di Hadramaut yang tentu tidak begitu di tempat lain. Dan tidak salah jika di tempat lain ada yang mengikuti dengan sengaja atau terpengaruh hingga kemudian meniru.
Adapun “ba Alawi,” “ba” itu bahasa Yaman yang sama kaya “min” (dari) atau “Dinisbatkan.” “Dinisbatkan” itu dihubungkan atau dicantolkan.
“Ali,” “Alawi,” “baalawi” sudah cukup terjelaskan.
Sekarang beralih kepada kata-kata lain dalam bahasa Arab:
Ahlun: artinya keluarga
Aalun: artinya keluarga
Ahlulbait: artinya keluarga
Dzurriyah: keturunan
Habib/hababah/habibah: yang dicintai atau kekasih
Syarif/syarifah: yang mulia
Kata-kata ini kata bahasa Arab yang digunakan oleh semua orang dan untuk semua keperluan.
Dan arti “keluarga” dianggap secara umum sebagai semua anggota yang ada di dalam rumah, termasuk ayah, ibu, suami, istri, dan anak-anak.
Hanya ada sedikit perbedaan untuk Nabi Muhammad SAW tentang “ahlun/aalun/ahlulbait/keluarga,” di mana mereka adalah orang-orang yang dikhususkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadis yang dikenal dengan nama hadits Kisa’.
Suatu ketika Nabi memanggil anaknya Fatimah, menantunya Ali, dan kedua cucunya Hasan dan Husain. Kemudian Nabi meliputi atau menutupi mereka semua bersama dirinya dengan “kisa’.” Kata “kisa’” adalah kata bahasa Arab yang artinya kain penutup. Mungkin bisa selimut atau sejenisnya yang menggambarkan kain yang membentang.
Ketika itu ada istri Nabi yang hendak ikut, namun Nabi Muhammad SAW melarangnya. Kemudian Nabi bersabda bahwa mereka yang di dalam penutup kain itu adalah keluarganya.
Jadi kata “Ahlun,” “Aalun,” ataupun “Ahlulbayt” Nabi adalah keluarga yang juga keturunan Nabi, namun keturunan yang selain ahlul kisa’, baik orang tua Nabi, dan istri Nabi, bukanlah Ahlul bait/aalun/ahlun/keluarga Nabi Muhammad SAW.
Ini adalah ilmu dasar yang menjadi pondasi pembahasan apapun yang terkait hal itu. Masalah “habib” itu bukan “sayyid,” sudah bukan hal yang perlu dibahas, intinya itu sebutan. “Habib,” “Syarif,” “Sayyid” sama saja.
Dalam kehidupan kita juga banyak yang satu orang dijuluki atau dipanggil beragam, baik di satu tempat maupun di beda tempat, biasanya beda sebutan dan panggilan.
Itu biasa! Dan kesalahan mendasar jika harus dibahas, Menyimpang dari pengertian bahasa.
Jadi “habib” dan “sayyid” ataupun “syarif” adalah sebutan atau panggilan bagi keluarga Nabi juga keturunan Nabi Muhammad SAW. Namun ingat, keturunan bukan keluarga.
Apakah keluarga/aalun/ahlun/ahlulbait Nabi mulia? Jawabannya benar. Banyak nas dari Nabi yang menyebutkan kemuliaan keluarga Nabi Muhammad SAW.
Apakah keturunan Nabi/dzurriyah/habib yang selain keluarga/syarif yang selain keluarga apakah mulia?
Jawabannya, tidak ada nasnya dari Nabi. Karena tidak ada nasnya, maka mereka akan mulia jika baik, jika sholeh, jika berakhlak, dan lain-lain.
Bagaimana jika ada yang ngaku-ngaku “habib/sayyid/syarif”?
Mengaku atau tidak, tidak merugikan siapapun dan tidak mempengaruhi apapun karena itu urusan personal yang tidak merugikan alam semesta. “Habib” bukanlah mereka yang dimuliakan oleh Nabi secara nas (artinya memang tidak ada kemuliaan yang bersifat takwini “penetapan” bagi mereka).
Maka yang mengaku tidak ada untungnya, yang mau menyalahkan mereka yang mengaku juga memperjuangkan hal-hal yang tidak jelas. Ibarat mau mengatakan kepada orang desa “kamu orang kota,” kalimat ini kosong dan salah total. Karena dia mau mengaku orang kota, bagaimanapun faktanya adalah orang desa.
Kemudian terkait apakah orang itu benar keturunan Nabi Muhammad SAW, maka jawabannya tidak perlu dijawab karena tidak ada urgensi sama sekali. Karena yang mulia secara takwini (penetapan) adalah keluarga Nabi bukan keturunan Nabi Muhammad SAW.
Sekarang bicara ras dan rasis, ras itu spesies kalau di binatang atau tumbuhan. Binatang ada pengelompokan-pengelompokan yang namanya spesies. Masing-masing anggota spesies memiliki kesamaan. Dan dengan yang beda spesies ada perbedaan-perbedaan yang menonjol meski sama binatangnya.
Pada makhluk yang bernama manusia ada juga ras-ras seperti, Arab, Cina, Jawa, Barat, dan lain-lain. Sesama Ras Arab ada persamaan nya begitu juga sesama Ras yang lainnya.
Dan setiap ras memiliki perbedaan mencolok yang identik. Misal, Cina identik sipit, Barat identik putih kulit, Jawa identik pendek dan sawo matang, Arab identik tinggi dan berbulu lebat.
Namun semua hal terkait perbedaan dan persamaan ras tidak ada kaitannya dengan kemulian. Namun, jika boleh saya beri penilaian, antara ras satu dengan yang lainnya bisa di buat peringkat berdasarkan kategori-kategori tertentu. Misal, kategori tinggi badan, putih kulit, rimbun bulu, kelembutan kulit, kecerdasan otak.
Dari kategori itu jika di peringkat maka peringkat pertamanya adalah Ras Arab (sekali lagi ini peringkat ras ya, bukan bab kemuliaan). Tapi yang unggul dilihat dari kategori tersebut otomatis mulia di mata manusia normalnya.
Jadi, ras Arab mengungguli ras lainnya, karena tingginya peringkat 1, kulitnya kenyal dan lembut no 1, proporsional matanya, tubuh ideal, bulu lebat, putih, banyak yang cerdas (daya tangkap bagus).
Itu peringkat Ras ya, artinya penilaian global. Adapun di dalam setiap ras secara person per person, maka di semua ras ada yang sangat ganteng dan ada yang sangat jelek.
Cukup sekian artikel opini ini, Selamat hidup riang gembira
Mas Ali